Kali
ini akan saya lanjutkan dengan Penggolongan Obat Kimia… Barangkali istilah
“kimia” di sini kurang tepat, maafkan daku ye, karena saya bukan orang farmasi.
Yang saya maksud dengan istilah “kimia” di sini adalah golongan obat yang tidak
termasuk kategori obat herbal/tradisional (TR). Begituh… Monggo lho yang mau
memberi masukan apabila ada istilah yang lebih tepat, saya ucapkan banyak
terima kasih
Menurut
definisi yang lengkap, obat adalah bahan kimia atau paduan/campuran bahan yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa (fungsi diagnostik), pencegahan
(fungsi profilaktik), dan penyembuhan penyakit (fungsi terapeutik), termasuk di
dalamnya peredaan gejala, pemulihan, perbaikan dan peningkatan kesehatan serta
pengubahan fungsi organik, baik pada manusia ataupun hewan. Termasuk di
dalamnya kontrasepsi dan sediaan biologis lainnya (Penjelasan atas PP RI No.72
tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan).
Secara
garis besar, bahan dasar obat dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
berasal dari:
- Bahan-bahan yang secara alami disintesis di dalam tubuh, baik manusia, hewan, tumbuhan, atau makhluk hidup lainnya, termasuk di dalamnya obat herbal/ tradisional (TR)
- Bahan-bahan kimia yang secara alami tidak disintesis di dalam tubuh, oleh masyarakat disebut sebagai “obat kimia”, termasuk di dalamnya obat sintetik dan obat semi-sintetik
Berdasarkan
Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, obat-obatan kimia dapat
digolongkan menjadi 5 (lima) kategori, yang dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi masing-masing.
Kelima kategori tersebut apabila diurutkan dari yang paling longgar hingga yang
paling ketat mengenai peraturan pengamanan, penggunaan, dan distribusinya
adalah sebagai berikut:
- Obat Bebas
- Obat Bebas Terbatas (Daftar W atau ”Waarschuwing”, waspada)
- Obat Keras (Daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya)
- Obat Psikotropika (OKT, Obat Keras Terbatas)
- Obat Narkotika (Daftar O atau ”Opium”)
Yang
termasuk di dalam kelima golongan tersebut di atas adalah obat yang dibuat
dengan bahan-bahan kimia dan/atau dengan bahan-bahan dari unsur tumbuhan dan
hewan yang sudah dikategorikan sebagai bahan obat atau campuran/paduan
keduanya, sehingga berupa obat sintetik dan obat semi-sintetik, secara
berturut-turut. Obat herbal/ tradisional (TR) tidak termasuk dalam kelompok
ini. Baca mengenai Penggolongan Obat Tradisional di SINI.
Berikut
penjabaran untuk masing-masing golongan tersebut:
1.
OBAT BEBAS (OB)
Pada
kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam.
Merupakan
obat yang paling “aman”, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit
simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya
dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication (penanganan
sendiri). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah (modern) dan
terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.
OB
dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di apotek, counter
obat di supermarket/toko swalayan, toko kelontong, bahkan di warung, disebut
juga obat OTC (Over the Counter). Penderita dapat membeli dalam jumlah
yang sangat sedikit, seperlunya saja saat obat dibutuhkan. Jenis zat aktif pada
OB relatif aman sehingga penggunaanya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis
selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu
sebaiknya OB tetap dibeli bersama kemasannya.
OB
digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan yang bersifat
nonspesifik, misalnya: beberapa analgetik atau pain killer (obat
penghilang rasa nyeri), obat gosok, obat luka luar, beberapa antipiretik (obat
penurun panas), beberapa analgetik-antipiretik (obat pereda gejala flu),
antasida, beberapa suplemen vitamin dan mineral, dll.
2.
OBAT BEBAS TERBATAS (OBT)
Pada
kemasannya terdapat tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam.
Obat
ini sebenarnya termasuk dakam kategori obat keras, akan tetapi dalam jumlah
tertentu masih dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter. Sebagai
obat keras, penggunaan obat ini diberi batas untuk setiap takarannya.
Seharusnya obat ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin yang dipegang
oleh seorang asisten apoteker, serta apotek yang hanya boleh beroperasi jika
ada apoteker. Hal ini karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang
memadai saat membeli obat yang termasuk golongan ini.
Sesuai
dengan SK MenKes RI No.6355/Dirjen/SK/1969, pada kemasan OBT harus tertera
peringatan yang berupa kotak kecil berukuran 5×2 cm berdasar warna hitam atau
kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut:
Contoh
OBT adalah: pain relief (analgesik), obat batuk, obat pilek, obat
influenza, obat penghilang rasa nyeri dan penurun panas pada saat demam
(analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, obat-obat
antiseptik, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dll.
Memang,
dalam keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit yang ringan masih dibenarkan
untuk melakukan pengobatan sendiri (self medication) menggunakan
obat-obatan dari golongan OB dan OBT yang dengan mudah diperoleh masyarakat.
Dianjurkan untuk tidak sekali pun melakukan uji coba obat sendiri terhadap
obat-obat yang seharusnya diperoleh dengan menggunakan resep dokter (SK MenKes
RI No.2380 tahun 1983).
Setelah
upaya self medication, apabila kondisi penyakit semakin serius, tidak
kunjung sembuh setelah sekitar 3-5 hari, maka sebaiknya segera memeriksakan
diri ke dokter. Oleh karena itulah semua kemasan OB dan OBT wajib mencantumkan
tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK
MenKes RI No.386 tahun1994).
Dalam
rangka self medication menggunakan OB atau OBT, perhatikan kemasan dan
brosur yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan SK MenKes No.917 tahun 1993, pada
setiap kemasan/brosur OB dan OBT harus menyebutkan informasi obat sebagai
berikut:
- Nama obat (merek dagang dan kandungannya)
- Daftar dan jumlah bahan berkhasiat yang terkandung di dalamnya
- Nama dan alamat produsen tertulis dengan jelas
- Izin beredar ditunjukkan dengan adanya nomor batch dan nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau Departemen Kesehatan (DepKes)
- Kondisi obat masih baik. Perhatikan tanggal kadaluwarsa (masa berlaku) obat
- Indikasi (petunjuk kegunaan obat)
- Kontra-indikasi (petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan)
- Efek samping (efek negatif yang timbul, yang bukan merupakan kegunaan obat)
- Petunjuk cara penggunaan
- Dosis (takaran) dan aturan penggunaan obat
- Cara penyimpanan obat
- Peringatan
- Informasi tentang interaksi obat yang bersangkutan dengan obat lain yang digunakan dan/atau dengan makanan yang dikonsumsi
3.
OBAT KERAS (OK)
Pada
kemasannya terdapat tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan
huruf K di dalamnya.
Obat-obatan
yang termasuk dalam golongan ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan
bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya
penyakit lain sebagai efek negatifnya, hingga menyebabkan kerusakan organ-organ
tubuh, bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, golongan obat
ini hanya boleh diberikan atas resep dokter umum/spesialis, dokter gigi, dan
dokter hewan.
Yang
termasuk ke dalam golongan OK adalah:
- “Daftar G”, seperti: antibiotika, obat-obatan yang mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi, antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll.
- “Daftar O” atau obat bius/anestesi, yaitu golongan obat-obat narkotika
- Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropika, seperti: obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll.
- Obat Generik dan Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obat yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamin, obat asma, pil antihamil, beberapa obat kulit tertentu, antikoagulan, sulfonamida dan derivatnya, obat injeksi, dll.
- Obat yang dibungkus sedemikian rupa, digunakan secara enteral maupun parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara lain yang sigatnya invasif.
- Obat baru yang belum tercantum di dalam kompedial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia
- Obat-obatan lain yang ditetapkan sebagai obat keras melalui SK MenKes RI
4.
PSIKOTROPIKA
Tanda
pada kemasannya sama dengan tanda pada Obat Keras.
Obat-obatan
golongan ini mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai
penggunaannya diawasi secara ketat oleh pemerintah (BPOM dan DepKes) dan hanya
boleh diperjualbelikan di apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib
melaporkan pembelian dan peenggunaannya kepada pemerintah.
Psikotropika
atau biasa disebut sebagai ”obat penenang” (transquilizer), adalah zat/
obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif
melalui pengaruh stimulatif selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Fungsi psikotropika adalah
sebagai berikut:
- Antidepresan:
meredakan kegiatan syaraf, menurunkan aktivitas otak dan fungsi tubuh,
atau sebagai penenang.
Contohnya: phenobarbital, diazepam, alprazolam - Stimulan:
merangsang stimulasi kegiatan syaraf dan fungsi tubuh sehingga mengurangi
rasa mengantuk, lapar, serta menimbulkan rasa gembira dan semangat yang berlebihan
(efek euforia).
Contohnya: amfetamin, metamfetamin, dan derivatnya - Halusinogen:
menimbulkan halusinasi dan ilusi (mengkhayal), gangguan cara berpikir,
perubahan alam perasaan (mood), kesadaran diri, dan tingkat emosional
terhadap orang lain sehingga tidak mampu membedakan yang realitas dan
fantasi.
Contohnya: THC, LSD, psilobisin
Berdasarkan
UU RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, obat ini dapat dibagi dibagi
menjadi 4 (empat) golongan yaitu:
- Psikotropika gol. I:
Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat
digunakan dalam terapi pengobatan, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: Meskalina, MDMA (ekstasi), LSD, STP - Psikotropika gol. II:
Berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh: Amfetamin, Metamfetamin (sabu), Fensiklidin, Ritalin - Psikotropika gol. III: Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: Pentobarbital, Amobarbital, Flunitrazepam, Pentazosina - Psikotropika gol. IV:
Berkhasiat untuk pengobatan yang sangat luas, digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantunagan.
Contoh: Alprazolam, Diazepam, Klobozam, Fenobarbital, Barbital, Klorazepam, Klordiazepoxide, Nitrazepam
5.
NARKOTIKA
Pada
kemasannya terdapat tanda seperti medali berwarna merah.
Secara
awam obat narkotika disebut sebagai “obat bius”. Hal ini karena dalam
bidang kedokteran, obat-obat narkotika umum digunakan sebagai anestesi/obat
bius dan analgetik/obat penghilang rasa nyeri.
Seperti
halnya psikotropika, obat narkotika sangat ketat dalam hal pengawasan mulai
dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya. Obat golongan
ini hanya boleh diperjualbelikan di apotek atas resep dokter, dengan
menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy. Tiap bulan apotek wajib
melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah.
Menurut
UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, obat-obatan yang tergolong sebagai
Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
tingkat kesadaran (fungsi anestesia), hilangnya rasa, menghilangkan rasa nyeri
(sedatif), munculnya rangsangan semangat (euforia), halusinasi atau timbulnya
khayalan-khayalan, dan dapat menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya.
Narkotika
dapat dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
- Narkotika gol.I:
berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan sehingga dilarang
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengobatan. Dalam
jumlah terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik, dan reagensia
laboratorium.
Contoh: heroin, kokain, ganja/marijuana - Narkotika gol.II:
berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Dapat digunakan untuk terapi
pengobatan, namun sebagai pilihan terakhir.
Contoh: morfin, petidin, metadon - Narkotika gol.III:
berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan. Banyak digunakan dalam
terapi pengobatan, namun tetap dalam pengawasan yang sangat ketat.
Contoh: kodein
Demikian
sekelumit mengenai penggolongan obat. Bagaimanapun, obat adalah racun.
Hanya dalam takaran yang sesuai dan penggunaan yang tepat maka ia akan
bermanfaat. Apabila digunakan secara sembarangan, tidak mengikuti aturan, maka
ia akan merugikan bahkan menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan dan bisa
membawa Anda ke kematian. Jangan sekali-sekali mencoba menggunakan obat yang
seharusnya hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Anda dapat berkonsultasi
kepada apoteker atau asisten apoteker yang siap sedia membantu Anda di apotek.
Jangan
sekali-sekali Anda mendekati atau mencoba menggunakan narkoba karena rasa
penasaran/ingin tahu. Di samping karena berpotensi menyebabkan kecanduan,
narkoba yang beredar di masyarakat sudah pasti ilegal sehingga Anda akan
dikenai sanksi hukum yang tidak main-main. Jangan pertaruhkan masa depan Anda,
jangan kecewakan orang tua, keluarga, dan orang-orang yang mengasihi Anda dan
Anda kasihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar